Perkenalkan
nama saya Alvinas, berasal dari daerah kecil, tempat dimana saya lahir, yaitu
sebuah kota kabupaten yang orang sering menyebutnya kota pinggiran Kota Solo. Belakangan
ini, Kota Solo menjadi sorotan masyarakat luas. Terpilihnya sosok presiden RI ke-7
yang pada awalnya berasal dari jabatan Walikota Surakarta (Solo), yang kemudian
terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, menjadikan Kota Solo makin terkenal.
Apalagi dengan cara ‘blusukkannya’ yang banyak menarik
masyarakat, menjadikan Kota Solo makin bersinar.
Kali
ini saya tidak akan membahas mengenai biodata saya maupun biodata pak presiden,
melainkan mengenai budaya orang-orang di sekitar keraton (Yogyakarta-Surakarta).
Ya, mungkin ketika orang-orang bepergian ke Jogja maupun Solo, mereka akan
menemui sebuah bangunan yang sangat fenomenal bagi turis domestik maupun
mancanegara.
Banyak
orang luar negeri yang jauh-jauh ke kota kami hanya untuk belajar budaya kami.
Tidak sedikit dari mereka berbondong-bondong ke keraton, khususnya Keraton Solo
untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang sejarah dan budaya-budaya kami. Keraton
Solo adalah sebuah kerajaan islam yang didirikan olek Paku Buwono II pada tahun
1745 Masehi. Ketika berdirinya Negara RI ini, Kota Solo pernah menjadi sebuah
daerah istimewa seperti Yogyakarta, yang bernama Daerah Istimewa Surakarta
(DIS), setara dengan sebuah provinsi. Namun, hal itu hanya bertahan 10 bulan.
Karena adanya gerakan antimonarki, sampai sekarang Surakarta bertransformasi
menjadi Karesidenan Surakarta.
Di daerah Surakarta, kebudayaan masih erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, tak terkecuali dalam bidang pendidikan.
Pendidikan yang dulunya berasal dari keraton, sekarang menjalar ke masyarakat sekitar
keraton, bahkan ke masyarakat luas. Sehingga orang luarpun tak canggung pergi ke
Indonesia, khususnya ke Surakarta untuk belajar budaya jawa yang menurut mereka
dan kebanyakan orang luar, budaya jawa adalah budaya yang sangat baik, penuh
dengan tata krama dengan mengkombinasikan unsur budaya dan agama islam dalam
penerapannya.
Banyak
orang luar daerah maupun luar negeri yang sangat senang dengan lingkungan masyarakat
di Surakarta. Ketika berkunjung ke kota kecil ini, mereka akan disuguhi dengan keramah
tamahan dan kebijaksanaan yang tampak tersirat dari masyarakat Surakarta.
Atmosfer sejuk menjadikan Kota Surakarta nyaman dan asri. Hal tersebut tercipta
tentu dari tatanan kebudayaan yang berkembang di Kota Surakarta itu sendiri,
yaitu berpedoman pada ajaran Agama Islam, dimana segala aspek kehidupan diatur
dan sebuah kebudayaan tercipta.
Dalam
budaya jawa terdapat sebuah hubungan yang erat kaitannya dengan lingkungan
keraton. Misalnya tata krama, yang merupakan sebuah norma dimana hubungan antar
individu maupun antar masyarakat diatur didalamnya. Tata krama bertujuan untuk
menanamkan sikap saling menghormati, menghargai, pengertian, paham aturan, dan
berlaku sopan. Dalam tata krama jawa mencakup hubungan manusia dengan Tuhan dan
tentu juga manusia dengan manusia. Untuk hubungan manusia dengan manusia pun
masih terbagi lagi menjadi banyak macam. Misalnya saja dalam berbahasa, anak
dengan orangtua harus menggunakan “krama
inggil/halus”. Anak dengan orang yang lebih tua/yang lebih dihormati
menggunakan”krama madya (pertengahan)”,
dan anak dengan teman sebayanya pun diatur dengan menggunakan bahasa “krama ngoko/biasa”. Semua itu terdapat
tingkatannya masing-masing.
Selain
tatanan bahasa yang diatur dalam berbagai tingkatan tersebut, masih dikombinasikan
lagi dengan gerak/bahasa tubuh sebagai isyarat universal. Setiap krama memiliki
cara yang berbeda-beda dalam menjalankan interaksinya, baik dari segi bicara, tingkah
laku, raut muka, pandangan, maupun cara duduk/berjalan. Hal tersebut tidak jauh
dari kebudayaan yang diterapkan di lingkungan keraton yang merambah ke
masyarakat sekitar.
Setiap
kebudayaan yang terdapat di Jawa memiliki filosofi masing-masing. Sehingga
sampai sekarang masih terjaga kelestariannya. Hal ini tentu tidak lepas dari kuatnya peran masyarakat
dalam menguri-uri peninggalan
kebudayaan ini.
Namun
di era globalisasi ini, masuknya budaya barat yang bisa dikata menyimpang dari
budaya timur, menjadikan pergeseran moral, budaya, tingkah laku, bahkan gaya
hidup dari masing-masing individu. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan era
globalisasi ini sangat pesat, dimana setiap detik informasi dapat diakses dari
penjuru dunia. Masuknya budaya barat tersebut mempengaruhi sebuah tatanan
kehidupan dalam masyarakat. Kini banyak anak-anak yang tak mengenal tata krama
ketika bertingkah laku dan berbicara dengan orangtua maupun dengan orang yang
lebih tua. Padahal pendidikan berawal dari sebuah keluarga dengan menanamkan
budaya disertai nilai agama di dalamnya, maka akan menjadikan seorang anak sebagai
invidu yang lebih paham dalam menjalankan norma kehidupan dan terhindar dari
penyimpangan sosial.
Pendidikan
budaya dan budi pekerti tidak sekedar menjadi sebuah teori dalam mata pelajaran
di sekolah. Namun diterapkan dalam kehidupan nyata dan membaur dengan setiap
aspek kehidupan seorang anak. Budaya sangat erat kaitanya dengan tata norma
agama, maka ketika edukasi budaya dan agama diterapkan dalam tatanan kehidupan,
akan menghasilkan keselarasan dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat.
Dalam
setiap unsur budaya, masing-masing memiliki sesuatu hal yang menjadikan bangsa
Indonesia ini menjadi kaya. Setiap norma kehidupan yang telah diterapkan dalam
budaya dan ketika pendidikan budaya dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, maka akan tercipta sebuah keselarasan dalam kehidupan, tanpa ada
perpecahan, kekerasan, maupun tindakan yang menyimpang dari norma sosial.
Setiap daerah tetap harus mempertahankan
budayanya masing-masing. Saling meghormati, bersatu dalam kebudayaan walaupun
berbeda agama, bersatu walaupun berbeda budaya, karena kita semua sama, untuk Indonesia.
“Jika
kamu ingin mengenal dirimu maka belajarlah dari Agama dan budayamu “- Alvinas
Deva
“Jangan
malu, banggalah terhadap budayamu. Ini budayamu, inilah seharusnya dirimu”- Wiji andriani
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku -https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku
No comments:
Post a Comment